Category Archives: SIROH DAN TARIKH

3 PERTANYAAN BAGI “PECANDU” PERINGATAN MAULID NABI

Oleh: Muhammad Wasitho Abu Fawaz

بدعة المولد
Bismillah. Berikut ini adalah tiga pertanyaan yang kami tujukan kepada saudara-saudara seislam yang masih hobi dan kecanduan melakukan peringatan Maulid Nabi. Mudah-mudahan dengan membaca dan merenungkan tiga pertanyaan ini, mereka mendapat taufiq dan hidayah dari Allah untuk segera bertaubat dari kekeliruannya dalam mencintai dan mengagungkan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wassalam, dan mereka segera kembali ke jalan yang lurus dan benar sebagaimana yang telah ditempuh oleh Nabi shallallahu alaihi wassalam beserta para istri dan sahabat beliau -radhiyallahu anhum-, dan juga para ulama Islam terdahulu yang sholih –rahimahumullah-.

» 1.  PERTANYAAN PERTAMA:
Apakah peringatan Maulid Nabi itu termasuk amalan ketaatan ataukah kemaksiatan?

Sudah pasti mereka akan menjawab, ‘Peringatan Maulid Nabi adalah termasuk amalan ketaatan.’ Sebab jika jawaban mereka adalah ‘Peringatan Maulid Nabi termasuk perbuatan maksiat’, maka berakhirlah perselisihan pendapat diantara kita (Ahlus Sunnah) dengan mereka.

» 2.  PERTANYAAN KEDUA:
Baiklah kalau memang begitu. Kalian katakan bahwa peringatan Maulid Nabi adalah amalan ketaatan yang berpahala. Maka, apakah Nabi shallallahu alaihi wassalam dan para sahabat beliau telah mengetahui amalan ketaatan itu, ataukah mereka tidak mengetahuinya?

Jika kalian katakan bahwa Nabi shallallahu alaihi wassalam dan para sahabat radhiyallahu anhum tidak mengetahui bahwa peringatan Maulid Nabi adalah amalan ketaatan yang berpahala, maka betapa celakanya kalian, karena telah menuduh Nabi shallallahu alaihi wassalam yang merupakan guru besar yang paling agung dalam perkara agama dengan kebodohan. Dan tuduhan ini merupakan bentuk kemunafikan yang nyata dan murni.

Namun, jika kalian katakan bahwa Nabi shallallahu alaihi wassalam telah mengetahuinya, maka sudah saatnya kita berlanjut dengan pertanyaan berikutnya. Baca lebih lanjut

HUKUM SHOLAWAT DAN SALAM MAULID RASUL PADA HARI KELAHIRAN NABI / حكم الاحتفال بالمولد النبوي بالصلاة عليه وغيرها من العبادات

Dijawab oleh: Muhammad Wasitho Abu Fawaz, Lc
Tanya:
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Ustadz ada pertanyaan dari majlis hadits 5. Ada pertanyaan ini banyak sekali dari member al-Ilmu. Pertanyaannya terkait BM ini ustadz

Salam maulidur rasul . Allahumma solia’la saiyidina Muhammad waa’la ali wasahbihi wabaarik wasallim’ 3x.

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيّدنامُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ سيّدنا
مُحَمَّدٍ
Hantar ke semua contact . Anda akan membuat beribu , malah berjuta-juta org berselawat atas Nabi Muhammad SAW .
Selamat hari maulid nabi..

Bagaimana derajat dan menanggapinya ustadz. بَارَكَ اللّهُ فِيْكُمْ

JawabBaca lebih lanjut

YAHUDI BUKAN ISRAEL DAN BUKAN KETURUNAN NABI IBRAHIM

Sungguh sangat memprihatinkan, banyak di antara kaum muslimin sering tidak sadar dan lepas kontrol ketika berbicara. Tidak hanya terjadi pada orang awam, bisa kita katakan juga terjadi pada sebagian besar pelajar atau bahkan mereka yang merasa memiliki banyak tsaqafah islamiyah.

Barangkali mereka lupa atau mungkin tidak tahu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:

وَإِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ سَخَطِ اللَّهِ لاَ يُلْقِى لَهَا بَالاً يَهْوِى بِهَا فِى جَهَنَّم

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya ada seorang hamba mengucapkan satu kalimat yang mendatangkan murka Allah, diucapkan tanpa kontrol akan tetapi menjerumuskan dia ke neraka.” (HR. Al Bukhari 6478)

Al Hafidz Ibn Hajar berkata dalam Fathul Bari ketika menjelaskan hadis ini, yang dimaksud diucapkan tanpa kontrol adalah tidak direnungkan bahayanya, tidak dipikirkan akibatnya, dan tidak diperkirakan dampak yang ditimbulkan. Hal ini semisal dengan firman Allah ketika menyebutkan tentang tuduhan terhadap Aisyah:

وَتَحْسَبُونَهُ هَيِّنًا وَهُوَ عِنْد اللَّه عَظِيم

“Mereka sangka itu perkara ringan, padahal itu perkara besar bagi Allah.” (QS. An-Nur: 15)

Oleh karena itu, pada artikel ini -dengan memohon pertolongan kepada Allah- penulis ingin mengingatkan satu hal terkait dengan ayat dan hadis di atas, yaitu sebuah ungkapan penamaan yang begitu mendarah daging di kalangan kaum muslimin, sekali lagi tidak hanya terjadi pada orang awam namun juga terjadi pada mereka yang mengaku paham terhadap tsaqafah islamiyah. Ungkapan yang kami maksud adalah penamaan YAHUDI dengan ISRAEL. Tulisan ini banyak kami turunkan dari sebuah risalah yang ditulis oleh Syaikh Rabi’ bin Hadi Al Madkhali hafidzhahullah yang berjudul “Penamaan Negeri Yahudi yang Terkutuk dengan Israel”.

Tidak diragukan bahkan seolah telah menjadi kesepakatan dunia termasuk kaum muslimin bahwa negeri yahudi terlaknat yang menjajah Palestina bernama Israel. Bahkan mereka yang mengaku sangat membenci yahudi -sampai melakukan boikot produk-produk yang diduga menyumbangkan dana bagi yahudi- turut menamakan yahudi dengan israel. Akan tetapi sangat disayangkan tidak ada seorang pun yang mengingatkan bahaya besar penamaan ini.

Perlu diketahui dan dicamkan dalam benak hati setiap muslim bahwa ISRAIL adalah nama lain dari seorang Nabi yang mulia, keturunan Nabi Ibrahim ‘alaihis salam yaitu Nabi Ya’qub ‘alaihis salam. Allah ta’ala berfirman:

كُلُّ الطَّعَامِ كَانَ حِلًّا لِبَنِي إِسْرَائِيلَ إِلَّا مَا حَرَّمَ إِسْرَائِيلُ عَلَى نَفْسِهِ مِنْ قَبْلِ أَنْ تُنَزَّلَ التَّوْرَاةُ

“Semua makanan adalah halal bagi Bani Israil melainkan makanan yang diharamkan oleh Israil untuk dirinya sendiri sebelum Taurat diturunkan.” (QS. Ali Imran: 93)

Israil yang pada ayat di atas adalah nama lain dari Nabi Ya’qub ‘alaihis salam. Dan nama ini diakui sendiri oleh orang-orang yahudi, sebagaimana disebutkan dalam hadis dari Ibn Abbas radhiallahu ‘anhu: “Sekelompok orang yahudi mendatangi Nabi untuk menanyakan empat hal yang hanya diketahui oleh seorang nabi. Pada salah satu jawabannya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan: “Apakah kalian mengakui bahwa Israil adalah Ya’qub?” Mereka menjawab: “Ya, betul.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ya Allah, saksikanlah.” (HR. Daud At-Thayalisy 2846)

Kata “Israil” merupakan susunan dua kata israa dan iil yang dalam bahasa arab artinya shafwatullah (kekasih Allah). Ada juga yang mengatakan israa dalam bahasa arab artinya ‘abdun (hamba), sedangkan iil artinya Allah, sehingga Israil dalam bahasa arab artinya ‘Abdullah (hamba Allah). (lihat Tafsir At Thabari dan Al Kasyaf ketika menjelaskan tafsir surat Al Baqarah ayat 40)

Telah diketahui bersama bahwa Nabi Ya’qub adalah seorang nabi yang memiliki kedudukan yang tinggi di sisi Allah ta’ala. Allah banyak memujinya di berbagai ayat al Qur’an. Jika kita mengetahui hal ini, maka dengan alasan apa nama Israil yang mulia disematkan kepada orang-orang yahudi terlaknat. Terlebih lagi ketika umat islam menggunakan nama ini dalam konteks kalimat yang negatif, diucapkan dengan disertai perasaan kebencian yang memuncak; Biadab Israil… Israil bangsat… Keparat Israil… Atau dimuat di majalah-majalah dan media massa yang dinisbahkan pada islam, bahkan dijadikan sebagai Head Line News; Israil membantai kaum muslimin… Agresi militer Israil ke Palestina… Israil penjajah dunia…. Dan seterusnya… namun sekali lagi, yang sangat fatal adalah ketika hal ini diucapkan tidak ada pengingkaran atau bahkan tidak merasa bersalah. Baca lebih lanjut

JIHAD NABI DI BUMI PALESTINA

Oleh: Syaikh DR Abu Anas Muhammad Musa Alu Nashr

Palestina adalah bumi yang diberkahi, Allah telah menjadikanya sebagai tempat turunnya risalah-risalah (kenabian), tempat berhimpunnya kebudayaan, tempat hijrah para NabiNya. Di Palestina terdapat kiblat pertama dan tempat di isra’kannya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, di dalamnya pula Dajjal akan binasa melalui tangan Isa Al-Masih ‘Alaihis Salam, dan di Palestina juga Ya’juj dan Ma’juj dibinasakan. Serta di dalamnya pula, bebatuan dan pepohonan akan berkata, “Wahai muslim! Wahai hamba Allah ! Ini ada Yahudi di belakangku, kemarilah dan bunuhlah dia!”, maka Yahudi-pun akan binasa melalui tangan hamba-hamba Allah yang shalih di bumi Palestina.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengimami seluruh Nabi di Masjid Al-Aqsa, agar Imamah (kepemimpinan) dan siyadah (kekuasaan) untuk Islam pada Masjidil Aqsha tetap langgeng bagi seluruh makhluk. Selama peprputaran sejarah, kerajaan-kerajaan dan negeri-negeri saling bermusuhan untuk memperebutkannya, mereka saling membinasakan dan mengalahkan dalam rangka menguasainya dan mendudukinya. Dikarenakan Palestina adalah bumi Allah terpilih yang Allah memilihnya sebagai tempat hijrah bagi Kalil (kesayangan)-Nya Ibrahim ‘Alaihis Salam dan KalimNya (Kalim= Orang yang diajak bercakap) yaitu Musa ‘Alaihis Salam, sebagai tempat kelahran Isa ‘Alaihis Salam dan tempat isra’nya Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Di saat kemunculan Islam, Palestina saat itu dibawah kekuasaan imperium Romawi yang salibis paganis. Maka merupakan keharusan mensucikan Palestina dari najis-najis mereka. Nabi telah menulis surat kepada Raja Romawi dan mengutus kepadanya beberapa utusan.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengerahkan pasukan dalam jumlah besar, dan Palestina ketika itu termasuk salah satu bagian negeri Syam. Belum terjadi saat itu adanya perbatasan wilayah/area yang dibuat oleh perjanjian ‘Saikus Baiku’.

Diantara pasukan-pasukan yang dikirim Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ke negeri Syam dan Palestina adalah :

Pertama
Pengiriman pasukan ke Mu’tah yang terjadi pada bulan Jumadil Akhir di tahun kedelapan Hijriah, tatkala Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus para pembesarnya ke Mu’tah (suatu tempat di Yordan sekarang yang dekat dengan kota Kurk) suatu desa di negeri Syam, dalam rangka menuntut balas atas pembunuhan kaum muslimin di sana. Maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan kempemimpinan kepada maula beliau, Zaid bin Haritsah Radhiyallahu ‘anhu, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya : Jika Zaid terbunuh maka Ja’far bin Abi Thalib sebagai penggantinya, jika Ja’far terbunuh, maka Abdullah bin Rawahah sebagai penggantinya”

Merekapun keluar dengan jumlah hampir 3000 pasukan, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga turut keluar mengantarkan mereka disebagian jalan, kemudian mereka melanjutkan perjalanan hingga tiba di ‘Mi’aan (sebuah kota di selatan Yordan, sejauh 200km dari Amman) lalu sampailah kabar kepada mereka bahwa Raja Romawi Heraklius telah keluar bersama seratus ribu pasukan, disertai sekutunya Malik bin Zafilah dengan seratus ribu pasukan lainnya, dari kaum Nashrani Arab, dari suku Lahmin, Judzam dan kabilah Qudlo’ah dari suku Bahra’, Balla dan Balqoin.

Lantas kaum muslimin bermusyawarah di sana, mereka berkata : “Kita tulis surat kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam apakah beliau memerintahkan kita dengan perintahnya untuk berperang ataukah beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengirimkan bantuan kepada kita”.

Maka berkata Abdullah bin Rawahah Radhiyallahu ‘anhu : “Wahai kaum ! Demi Allah, sesungguhnya apa yang kalian cari ada didepan kalian, yaitu mati syahid, dan kalian tidaklah memerangi manusia karena kuantitas maupun kekuatan ! Akan tetapiu kita memerangi mereka hanyalah semata-mata karena agama ini, yang Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memuliakan kita dengannya… maka berangkatlah!!! Karena ada dua kebaikan menunggu kita di sana : yaitu kemenangan atau mati syahid”.

Para sahabatpun menyepakatinya, kemudian mereka bangkit. Ketika kaum muslimin berada diperbatasan Balqo’, mereka bertemu dengan pasukan Romawi dalam jumlah yang besar, maka kaum muslimin berhenti di dekat Mu’tah, dan pasukan Romawi berada di desa bernama Masyarif, akhirnya mereka bertemu dan berkecamuklah peperangan yang dahsyat.

Dan terbunuhlah Amirul Muslimin Zaid bin Haritsah Radhiyallahu ‘anhu dalam peprangan itu, dan saat itu bendera berada di tangannya, lantas Ja’far bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu mengambil bendera tersebut, dan ia turun dari kuda perangnya yang berambut pirang dan menyembelihnya, kemudian ia maju berperang hingga tangan kanannya terputus, lalu diraihnya bendera itu dengan tangan kirinya hingga tangan kirinya terputus pula. Akhirnya ia dekap bendera tersebut dengan dadanya hingga akhirnya ia Radhiyallahu ‘anhu gugur dalam usia 33 tahun menurut pendapat yang benar.

Lalu, bendera diambil oleh Abdullah bin Rawahah Al-Anshari Radhiyallahu ‘anhu, sejenak termenung dan sejurus kemudian ia memantapkan diri dan maju berpeang hingga akhirnya turut terbunuh.

Ada pendapat mengatakan. Sesungguhnya Tsabit bin Arqom yang memegang bendera selanjutnya, dan kaum muslimin menghendakinya memimpin mereka, amun ia enggan, maka Khalid bin Walid Radhiyallahu ‘anhu yang mengambil bendera, ia mengumpulkan kaum muslimin, kemudian ia membuat tipu daya hingga akhirnya beliau membebaskan kaum muslimin dari musuh mereka, dan Allah membukakan kemenangan melalui kedua tangannya, sebagaimana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitakan hal ini kepada para sahabatnya di Madinah pada hari itu, di saat beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri di atas mimbar, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut satu persatu gugurnya para sahabat yang memimpin pasukan kaum muslimin kepada mereka, dan kedua air mata beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bercucuran. Akhirnya malam hari tiba dan orang-orang kafir berhenti berperang. Hadits ini terdapat dalam ‘Ash-Shahih’.

Melihat banyaknya jumlah musuh dan sedikitnya jumlah kaum muslimin dibandingkan mereka, namun tidak banyak korban dari kaum muslimin yang terbunuh menurut penuturan ahli sejarah. Mereka tidak menyebutkan nama-nama korban kaum muslimin melainkan hanya sekitar sepuluh orang saja.

Kaum musiminpun akhirnya kembali ke kota Madinah, dan Allah Subhanahu wa Ta’ala menjaga mereka dari kejahatan kaum kafir. Segala pujian dan sanjungan bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala hanya saja peperangan ini mendasari peperangan melawan Romawi berikutnya dan mempertakuti musuh-musuh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan RasulNya.

Kedua : Pengiriman Usamah bin Zaid Radhiyallahu ‘anhu
Pengiriman ini merupakan penyempurna pengriman ayahnya, Zaid bin Haritsah sebelumnya, sekaigus membalas pasukan Romawi yang telah membunuh ayahnya di Mu’tah. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan pengiriman Usamah beserta pasukannya di saat beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam sakit yang menyebabkan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggalk dunia. Dan pasukan Usamah saat itu berkumpul di Jarfi di saat wafatnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Termasuk petunjuk Nabi kita Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memulai memerangi seseorang sebelum dakwah sampai kepadanya dan mengajaknya kepada agama Allah Subhanahu wa Ta’ala. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam benar-benar mengikuti manhaj ini sebagai pengejawantahan berpegang kepada perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Beliau prakltekan manhaj ini terhadap seluruh kaum yang beliau perangi, baik dari kabilah Arab ataupun raj-raja dan pembesar di zaman beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyeru mereka kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan mengirim utusan serta surat-surat mengajak mereka kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengecualikan seorangpun dari mereka. Diantaranya adalah :

Surat beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Raja Romawi Heraklius. Dari hadits Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu : Bahwasanya Abu Sufyan mengabarkan : “Aku pernah bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam barang sesaat dan hanya ada aku dan beliau”, lantas Abu Sufyan berkata : “Tatkala aku di Syam, datang sebuah surat dari Rasulullah kepada Heraklius, yaitu pemimpin tertinggi Romawi”. Beliau melanjutkan, “Komandan pasukan yang bernama Kalbi datang dengan surat tersebut, kemudian dia serahkan kepada Raja Bashra dan Raja Bashra menyerahkannya keada Heraklius, yang isinya :

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, dari Muhammad utusan Allah kepada Raja Romawi Heraklius…

Keselamatan bagi siapa saja yang mengikuti petunjuk…

Setelah itu :
Sesungguhnya aku menyerumu dengan seruan Islam, masuklah ke dalam agama Islam maka engkau akan selamat, dan niscaya Allah akan membalasmu dengan ganjaran dua kali lipat. Jika engkau berpaling, maka sesungguhnya bagimu dosa seluruh pengikutmu…

“Artinya : Katakannah : Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah”. Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka : “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)” [Ali-Imran : 64]

[Disalin dari majalah Adz-Dzkhiirah Al-Islamiyah Edisi 13 Th. III Shafar 1426H/ April 2005M, hal. 18 – 20. Penerbit Ma’had Ali Al-Irsyad Surabaya].

[Dinukil dari: http://www.almanhaj.or.id]