CARA MEMAHAMI DAN MENGAMALKAN AJARAN ISLAM DENGAN BENAR

Oleh: Muhammad Wasitho Abu Fawaz

al-kitab dan as-sunnah (abu fawaz)Bingung, pusing, heran, itulah yang dirasakan kalau memikirkan banyaknya kelompok dalam Islam.  Bagaimana bisa berbeda dan berpecah belah, padahal katanya sama-sama berpegang teguh pada Al-Quran dan Al-Hadits. Koq bisa beda dalam memberikan jawaban dan menyikapi permasalahan, padahal dalilnya sama dari ayat Al-Quran dan Al-Hadits juga.  Apakah tidak ada suatu metode atau cara yang tepat dan benar dalam memahami dan mengamalkan ajaran Islam?

Allah subhanahu wa ta’ala telah berfirman:

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإسْلامَ دِينًا الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإسْلامَ دِينًا

Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku dan telah Kuridhai Islam sebagai agama bagimu”. (QS. Al-Maidah: 3).

Kesempurnaan dan kejelasan ajaran Islam pun telah ditegaskan oleh Nabi shallallahu ’alaihi wasallam di dalam hadits berikut ini:

قَدْ تَرَكْتُكُمْ عَلَى الْبَيْضَاءِ لَيْلُهَا كَنَهَارِهَا لاَ يَزِيْغُ عَنْهَا بَعْدِيْ إِلاَّ هَالِكٌ

“Sungguh telah aku tinggalkan bagi kalian (syariat) yang putih cemerlang (jelas), malamnya seperti siangnya. Tidak akan menyeleweng daripadanya sepeninggalku melainkan dia akan binasa”. (HR. Ibnu Majah I/16 no.43, dan Ahmad IV/126 no.17182, dari jalan Al-‘Irbadh bin Sariyah rodhiyallahu anhu).

Juga diriwayatkan dari Muththalib bin Hanthab radhiyallahu anhu, bahwa Nabi shallallahu ’alaihi wasallam bersabda:

مَا تَرَكْتُ شَيْئًا مِمَّا أَمَرَكُمُ اللهُ بِهِ إِلاَّ قَدْ أَمَرْتُكُمْ بِهِ, وَمَا تَرَكْتُ شَيْئًا مِمَّا نَهَاكُمْ عَنْهُ إِلاَّ قَدْ نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ

“Tidak kutinggalkan sesuatu pun dari yang Allah perintahkan kecuali telah aku perintahkan kepada kalian, dan tidaklah aku tinggalkan sedikit pun perkara yang Allah larang melainkan sungguh telah aku larang kalian dari padanya”. (HR. Imam Asy-Syafi’i di dalam Musnadnya I/233 no.1153).

Jelas sudah bagi yang mengaku beriman kepada Allah dan Rasul-Nya bahwa Islam telah sempurna dan lengkap serta tidak membutuhkan perubahan dan penambahan atau pengurangan. Selain itu, Allah sendiri yang menjamin kemurniannya, seperti dalam firman-Nya:

إِنَّا نَحْنُ نزلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ

Sesungguhnya Kami telah menurunkan Adz-Dzikr (Al-Quran) dan sesungguhnya Kamilah yang menjaganya”. (QS. Al-Hijr: 9).

Sebagaimana Allah telah menjamin keaslian Al-Quran, seperti itu pulalah Allah menjamin kemurnian Islam. Karena itu tidak akan ada pertentangan apapun di antara segala perkara yang terdapat di dalamnya. Sebagaimana firman-Nya: أَفَلا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلافًا كَثِيرًا “Apakah mereka tidak memperhatikan Al-Quran? Sekiranya Al-Quran itu bukan dari sisi Allah, tentu mereka akan mendapatkan pertentangan yang banyak di dalamnya”. (QS. An-Nisa’: 82).

Demikianlah keseluruhan ajaran Islam. Pada asalnya tidak sedikit pun mengandung unsur pertentangan. Pertentangan hingga perpecahan umat Islam di dalam memahami dan mengamalkan ajaran Islam tidaklah terjadi melainkan disebabkan tersebarnya hawa nafsu, syahwat, syubhat, keras hati dalam menerima kebenaran, kurang atau bahkan tidak mengikuti tuntunan Nabi, melemah dan hilangnya sunnah dan tersebarnya bid’ah, dan mencampuradukkan kebenaran dengan kebatilan seperti mencampur Islam dengan filsafat, ilmu kalam dan lain sebagainya. Memang berbagai macam manhaj (konsep memahami agama) yang diikuti kebanyakan umat Islam yang tidak sesuai dan tidak berdasarkan Al-Quran dan Sunnah yang shahih, pasti tidak akan membawa manfaat apa pun, kecuali semakin menjauhkan umat ini dari jalan yang benar.

Hal ini sebagaimana dijelaskan Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam di dalam hadits berikut:

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُودٍ ، قَالَ : خَطَّ لَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَطًّا ، ثُمَّ قَالَ : هَذَا سَبِيلُ اللهِ ، ثُمَّ خَطَّ خُطُوطًا عَنْ يَمِينِهِ وَعَنْ شِمَالِهِ ، ثُمَّ قَالَ : هَذِهِ سُبُلٌ عَلَى كُلِّ سَبِيلٍ مِنْهَا شَيْطَانٌ يَدْعُو إِلَيْهِ ، ثُمَّ قَرَأَ : {وَإِنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلاَ تَتَّبِعُوا السُّبُلَ ، فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ}.

Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu anhu, ia berkata: “Bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam membuat garis dengan tangannya lalu berkata, “Inilah jalan Allah yang lurus”. Kemudian membuat garis lagi di sebelah kanan dan kirinya, seraya berkata, “Ini adalah jalan-jalan yang lain. Tiada satu pun darinya tersebut kecuali di sana ada setan yang menyeru kepadanya”.

Kemudian beliau membaca firman Allah subhanahu wa ta’ala, “Sesungguhnya ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia. Dan janganlah engkau mengikuti jalan-jalan lain, karena kan mecerai-beraikanmu dari jalan-Nya. Demikian itulah Allah wasiatkan kepadamu agar kamu bertakwa”. (HR. Ahmad I/435 no.4142).

Jelas dari dalil di atas, bahwa manhaj (metode/cara) yang benar itu hanya satu dan sikap mengikuti manhaj selainnya akan membawa pertentangan, perpecahan, dan kesesatan. Padahal sebelumnya, prinsip-prinsip ajaran Islam sendiri adalah satu sejak zaman Nabi Adam hingga Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam. Demikian juga halnya dengan kondisi umat yang ada.

Namun karena berbagai penyelewengan itulah akhirnya terjadi pertentangan dan perpecahan. Hal ini dijelaskan Allah di dalam firman-Nya:

وَمَا كَانَ النَّاسُ إِلا أُمَّةً وَاحِدَةً فَاخْتَلَفُوا وَلَوْلا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَبِّكَ لَقُضِيَ بَيْنَهُمْ فِيمَا فِيهِ يَخْتَلِفُونَ

Tidaklah manusia itu (dahulu) melainkan umat yang satu, kemudian mereka berselisih. Kalau tidak karena ketetapan yang telah berlalu dari Rabb-mu, niscaya telah diberi keputusan di antara mereka mengenai apa yang mereka perselisihkan”. (QS. Yunus: 19).

Ibnu Katsir menafsirkan ayat tersebut, bahwa akan ada generasi manusia berikutnya yang beraneka ragam agama, keyakinan, ajaran, kelompok, dasar pijakan, dan pikiran mereka. Sedangkan Ikrimah mengatakan bahwa mereka berselisih dalam petunjuk. Tetapi di antara mereka ada yang dikecualikan, sebagaimana firman-Nya:

وَلا يَزَالُونَ مُخْتَلِفِينَ إِلا مَنْ رَحِمَ رَبُّكَ

Mereka senantiasa berselisih pendapat kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu”. (QS. Huud: 118-119).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: “Allah mengabarkan bahwa orang-orang yang dirahmati-Nya tidak akan berselisih. Mereka adalah para pengikut Nabi dengan perkataan dan perbuatan, dan mereka adalah ahli Al-Quran dan hadits dari umat ini”. Yakni mereka yang mendapat rahmat Allah dari setiap pengikut para Nabi yang berpegang teguh dengan segala yang diperintahkan agama. Mereka itu dikenal dengan golongan yang selamat (Al-Firqoh An-Najiyah). Hal ini diperkuat dengan sabda Nabi shallallahu ’alaihi wasallam:

أَلاَ إِنَّ مَنْ قَبْلَكُمْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ افْتَرَقُوْا عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِيْنَ مِلَّةً وَإِنَّ هَذِهِ الْمِلَّةَ سَتَفْتَرِقُ عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِيْنَ, ثِنْتَانِ وَسَبْعِيْنَ فِي النَّارِ وَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ وَهِيَ الْجَمَاعَةُ

“Ketahuilah, sesungguhnya orang sebelum kamu dari ahli kitab telah berpecah belah menjadi 72 kelompok. Dan sungguh umat ini akan berpecah belah menjadi 73 golongan. 72 berada di neraka dan hanya satu dalam surga, yaitu al-jama’ah”. (HR. Ahmad IV/102 no.16979, Abu Dawud II/608 no.4597, Ibnu Majah II/1322 no.3992).

Sekarang, permasalahan yang lebih penting untuk diketahui adalah manhaj (cara) yang bagaimana dan siapa tokoh-tokoh yang harus diikuti dalam mempelajari, memahami, meyakini, dan mengamalkan ajaran Islam tersebut?

Ciri-ciri manhaj mereka adalah berdasarkan pada prinsip-prinsip berikut ini:
1. Al-Quran Al-Karim

Pedoman pertama dan paling tinggi dalam memahami dan mengamalkan ajaran Islam yang paling benar dan selamat, tiada lain adalah Al-Quran Al-Karim yang merupakan wahyu Allah subhanahu wa ta’ala. Barangsiapa yang mengingkari wajibnya berpegang teguh dengan Al-Quran Al-Karim, maka dia itu kafir menurut kesepakatan (ijma’) umat Islam. Wajibnya berpegang teguh dengan Al-Quran Al-Karim tampak dari firman Allah ta’ala berikut ini:

وَهَذَا كِتَابٌ أَنزلْنَاهُ مُبَارَكٌ فَاتَّبِعُوهُ وَاتَّقُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

Dan itulah kitab. Kami telah menurunkannya dengan penuh keberkahan, maka ikutilah dan berdakwalah agar kamu mendapat rahmat”. (QS. Al-An’am:155).

Dan dari sabda Nabi shallallahu ’alaihi wasallam:

أَلاَ وَإِنِّيْ تَارِكٌ فِيْكُمْ ثِقَلَيْنِ, أَحَدُهُمَا كِتَابُ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ هُوَ حَبْلُ اللهِ مَنِ اتَّبَعَهُ كَانَ عَلَى الْهُدَى وَمَنْ تَرَكَهُ كَانَ عَلَى ضَلاَلَةٍ

“Sesungguhnya aku tinggalkan bagimu 2 perkara, salah satunya ialah kitab Allah ‘azza wa jalla, ia itu tali Allah, barangsiapa mengikutinya, maka ia berada di atas hidayah. Barangsiapa meninggalkannya, maka ia dalam kesesatan”. (HR. Muslim IV/1873 no.2408).

2. Hadits Nabi shallallahu ’alaihi wasallam yang shahih.

Pedoman yang kedua adalah Hadits Nabi shallallahu ’alaihi wasallam yang shahih. Hal ini dapat dimaklumi dan tidak bisa diingkari. Dalam memahami dan mengamalkan Al-Quran Al-Karim, baik dari segi akidah, ibadah, muamalah, adab dan akhlak tidak dapat dilepaskan dari peranan hadits Nabi shallallahu ’alaihi wasallam, karena hadits merupakan penjelasan yang rinci dan detail terhadap apa yang dikandung Al-Quran secara global dan umum. Bahkan ini merupakan metode yang ditentukan oleh firman Allah ta’ala:

وَأَنزلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نزلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ

Dan Kami telah menurunkan Adz-Dzikr (Al-Quran) agar kamu (Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam) menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka, dan agar mereka memikirkannya”. (QS. An-Nahl: 44).

Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam juga bersabda:

أَلاَ إِنِّيْ أُوْتِيْتُ الْقُرْآنَ وَمِثْلَهُ مَعَهُ

“Ketahuilah sesungguhnya diturunkan kepadaku Al-Quran dan yang serupa bersamanya (As-Sunnah/hadits Nabi)”. (HR. Ahmad IV/130 no.17213, dan Abu Dawud II/610 no.4604).

Berepegang dengan Al-Quran dan As-Sunnah belumlah cukup. Banyak dijumpai dalam buku atau pengajian-pengajian yang mengupas masalah yang sama, tapi penjelasannya berbeda atau malah berlawanan, hal ini bisa bahaya sebab kalau menyangkut masalah akidah jika salah maka neraka akibatnya. Contohnya golongan Ahmadiyah membelokkan makna sabda Nabi shallallahu ’alaihi wasallam, (لاَ نَبِيَّ بَعْدِيْ ) “Tidak ada Nabi sesudahku”. Dengan mengatakan bahwa, “Bersamaku tidak ada Nabi, akan tetapi jika aku telah mati akan ada Nabi”. Mereka juga mengartikan makna (خَاتَمَ) khatam dari ayat di bawah ini, (…وَلَكِنْ رَسُوْلَ اللهِ وَ خَاتَمَ النَّبِيِّيْنَ …) “Tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi”. (QS. Al-Ahzab: 40). Dengan arti yang berbeda yaitu “perhiasan para nabi”, karena khatamu kalau diterjemahkan adalah perhiasan jari (cincin). Dari sini dapat diketahui bahwa pemahaman terhadap Al-Quran dan As-Sunnah/Al-Hadits tidak boleh dilakukan oleh semua orang, karena bisa menjerumuskan pada kesesatan.

3. Atsar (perkataan atau perbuatan) para sahabat Nabi.

Untuk dapat memahami dan mengamalkan dua pedoman di atas dengan benar, maka haruslah merujuk kepada atsar (riwayat berupa perkataan dan perbuatan) para sahabat. Hal ini jelas terlihat dalam berbagai riwayat hadits iftiraq al-ummah (perpecahan umat) yang jalur periwayatannya banyak sekali. Semuanya menyatakan bahwa hanya satu golongan yang selamat dari perpecahan tersebut, yaitu yang mengikuti jejak Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam dan para sahabat. Allah subhanahu wa ta’ala sendiri telah ridha terhadap mereka, seperti dalam firman-Nya:

لَقَدْ رَضِيَ اللَّهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَنزلَ السَّكِينَةَ عَلَيْهِمْ وَأَثَابَهُمْ فَتْحًا قَرِيبًا

Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang mukmin yang berjanji setia kepadamu di bawah pohon (bai’at al-ridwan). Maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan bagi mereka kemenangan yang dekat”. (QS. Al-Fath: 18).

Jabir bin Abdillah radhiyallahu ’anhuma berkata: “Kami (saat itu) berjumlah 1400 orang”. (HR. Bukhari).

Dan di dalam ayat lain Allah berfirman:

وَالسَّابِقُونَ الأوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالأنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

Orang-orang terdahulu yang pertama masuk Islam dari orang-orang Muhajirin dan Anshar, serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah. Allah menyediakan bagi mereka surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang agung”. (QS. At-Taubah: 100).

Dalam tafsir Ibnu Katsir dinyatakan bahwa orang yang membenci dan mencela baik sebagian atau semua sahabat Nabi, akan mendapat kecelakaan. Sebagaimana kelompok Syi’ah (Rafidhah) yang kerjaannya hanya membenci, mencela dan menentang keutamaan para sahabat Nabi. Padahal Nabi sendiri bersabda:

أَكْرِمُوْا أَصْحَابِيْ ، فَأِنَِّهُمْ خِيَارُكُمْ

“Muliakanlah para sahabatku, karena sesungguhnya mereka adalah orang terbaik di antara kalian”. (Dikeluarkan oleh ‘Abd bin Humaid di dalam Musnadnya no.23, Ibnu Baththoh di dalam Al-Ibanah Al-Kubro no.84, dan selainnya. Dan dinyatakan SHOHIH oleh Syaikh al-Albani di dalam Misykat Al-Mashobih III/308 no.6003).

Dalam hadits lain Nabi shallallahu ’alaihi wasallam bersabda:

لاَ تَسُبُّوْا أَ صْحَابِي فَلَوْ أَنَّ أّحَدَكُمْ أّنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلاَ نَصِيْفَهُ

“Janganlah kalian mencela para sahabatku. Seandainya salah seorang dari kalian berinfaq emas seperti gunung Uhud, tidak akan menyamai satu mud (infaq) salah seorang dari mereka dan tidak pula setengahnya”. (HR. Bukhari III/1343 no.3470, dan Muslim IV/1967 no.2540, dan Ahmad III/63 no.11626).

Beliau shallallahu ’alaihi wasallam Juga bersabda:

مَنْ سَبَّ أَصْحَابِيْ فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللهِ

“Barangsiapa mencela sahabatku, maka ia mendapat laknat Allah”. (HR. Ibnu Abi Syaibah di dalam Al-Mushonnaf no.1741, dan Ibnu Abi ‘Ashim dalam As-Sunnah no.832. Dan dinyatakan HASAN oleh syaikh Al-Abani di dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shohihah V/446 no.2340).

Imam Thahawi berkata: “Benci terhadap sahabat adalah kekafiran, kemunafikan dan tindakan melampaui batas”. Imam Abu Zur’ah Ar-Razi berkata: “Jika kamu melihat seseorang melecehkan seorang sahabat Nabi, maka ketahuilah bahwa ia seorang zindiq (munafik).  Karena menurut kita, Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam adalah benar dan Al-Quran juga benar. Sedangkan yang menyampaikan Al-Quran dan Hadits Nabi shallallahu ’alaihi wasallam kepada kita adalah para sahabat. Mereka hanya ingin mencela para saksi kita untuk menghancurkan Al-Quran dan As-Sunnah (Al-Hadits). Celaan kepada mereka (para pencela) lebih pantas, dan mereka adalah zindiq”. Mengenai keadilan dan keutamaan para sahabat sudah banyak dijumpai baik di dalam Al-Quran maupun As-Sunnah yang shahih. Keharusan mengikutinya adalah suatu hal yang wajib, masuk akal, bisa diterima serta maklum adanya. Merekalah saksi hidup yang dibimbing langsung oleh Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam, sehingga lebih mengetahui dan paham mengenai ajaran Islam dan pengamalannya.

4. Jejak para tabi’in dan tabiut tabi’in.

Setelah masa sahabat, terdapat suatu generasi yang masih komitmen mengikuti jejaknya. Demikian pula para ulama sesudah generasi mereka. Anjuran untuk senantiasa bersama-sama dengan generasi yang utama dalam memahami dan mengamalkan ajaran Islam didasarkan firman Allah subhanahu wata’ala dalam surat At-Taubah ayat 100 yang telah kita sebutkan di atas. Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam juga bersabda:

خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِيْ, ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ, ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ

“Sebaik-baik manusia adalah generasiku, kemudian yang sesudah mereka, lalu yang sesudahnya lagi”. (HR. bukhari II/938 no.2509. lihat pula hadits nomor. 3451, 6065, 6282, dan Muslim IV/1962 no.2533).

Semoga setelah mengetahui cara memahami dan mengamalkan ajaran Islam secara benar, akan lebih memperkokoh dalam menghadapi suara-suara sumbang baik musuh dalam diri Islam (orang munafik dan ahli bid’ah) maupun orang-orang kafir. Jangan mudah tertipu propaganda palsu yang menyesatkan, yang berkedok Al-Quran dan As-Sunnah namun pemahamannya keliru. Yang lebih penting, semoga kita bisa beramal dan berdakwah dengan landasan yang kuat.

(Sumber: Buletin Dakwah Al-Ittiba’ Edisi 1 Tahun I , 2006, Yayasan Mutiara Hikmah, Klaten – Jawa Tengah).

4 responses to “CARA MEMAHAMI DAN MENGAMALKAN AJARAN ISLAM DENGAN BENAR

  1. Ping-balik: Cara Memahami Dan Mengamalkan Ajaran Islam Dengan Benar « Madrasah Ibnu Abbas As-Salafy Kendari

  2. Perpecahan pasti terjadi!

    Apakah perpecahan dalam umat ini satu keniscayaan? Jawabannya adalah benar, perpecahan dalam umat ini merupakan sunatullah yang pasti terjadi dan telah terjadi. Adapun dasar argumentasi pernyataan ini adalah:

    1. Berita yang masyhur dari Nabi tentang terjadinya perpecahan dalam umat ini, diantaranya hadits iftiqatul ummat yang berbunyi:
    افْتَرَقَتِ الْيَهُوْدُ عَلَى إِحْدَى وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً ، وَافْتَرَقَتِ النَّصَارَى عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً ، وَسَتَفْتَرِقُ هَذِهِ الأُمَّةُ عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً
    “Orang-orang Yahudi telah berpecah belah dalam tujuh puluh satu kelompok dan Nashora berpecah belah menjadi tujuh puluh dua kelompok serta umat ini akan pecah menjadi tujuh puluh tiga kelompok”. (HR al-Tirmidzi).

    2. Nabi telah mengkhabarkan bahwa umat ini akan mengikuti umat-umat terdahulu dalam sabda beliau:
    لَتُتَّبَعَنَّ سُنَنُ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ ، وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ ، حَتَّى لَوْ دَخَلُوْا جُحْرَ ضَبٍّ تَبَعْتُمُوْهُ )) . قُلْنَا : يَا رَسُوْلَ اللهِ ، الْيَهُوْدُ وَالنَّصَارَى ؟! قَالَ : (( فَمَنْ )) ([() أخرجه البخاري ، فتح الباري ، 13/300 . ومسلم ، رقم (2669) .]) ؟!
    “Sungguh jalan orang-orang sebelum kalian akan diikuti sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi hasta hingga seandainya mereka masuk lubang Dhobb tentulah kalian akan mengikutinya. Kami bertanya: Wahai Rasululloh apakah yahudi dan nashrani?! Beliau menjawab: Siapa lagi?!” (HR. Bukhari – Muslim)

    Hal ini menunjukkan bahwa Nabi -dalam rangka memperingatkan umat ini- menceritakan bahwa umat ini akan berpecah belah secara pasti. Namun tidaklah terjadinya perpecahan adalah celaan kecuali untuk orang yang memecah atau memisahkan diri dari jamaah muslimin.
    Kalau demikian jelaslah kepastian terjadinya perpecahan pada umat ini, walaupun belum dibuktikan dengan realita. Sebab banyaknya peringatakan akan sesuatu menunjukkan kepastian ada dan akan terjadinya sesuatu itu.

    Nash-nash yang ada dalam al-Qur`an dan sunnah yang berisi peringatan dari mengikuti jalan-jalan yang tidak lurus, diantaranya :

    وَاعْتَصِمُوْا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيْعًا وَلاَ تَتَفَرَّقُوْا [ آل عمران : 103 ]
    “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai:, (QS. Al Imran: 103)

    وَلاَ تَنَازَعُوْا فَتَفْشَلُوْا وَتَذْهَبَ رِيْحُكُمْ [ الأنفال : 46 ]
    “dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu” (QS. Al Anfal: 46)

    وَلاَ تَكُوْنُوْا كَالَّذِيْنَ تَفَرَّقُوْا وَاخْتَلَفُوْا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَتْهُمُ الْبَيِّنَاتُ [ آل عمران: 105 ]
    “Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka” (QS. Al Imran: 105)

    وأَنَّ هَذَا صِرَاطِيْ مُسْتَقِيْمًا فَاتَّبِعُوْهُ وَلاَ تَتَّبِعُوْا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيْلِهِ [ الأنعام : 153 ]
    “dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya” (QS. Al An’am: 153)

  3. Berselisih pendapat dlm Islam sebetulnya tdk perlu, selama menyangkut ibadah mahdhah, mungkin utk diluar itu bisa saja terjadi kalau rujukan hukumnya blm ditemukan, tetapi Insya Allah krn Islam telah sempurna ( Al- Maidah 5 : 3), tentu mustahil dalam perkara yg manapun masih ada masalah apalagi diperdebatkan tanpa rujukan dalil Al-Qur`an dan Sunnah. Allah swt berfirman sbb :
    1. Ta`atilah Allah swt ( Qur`an) dan Rasul-Nya (Al-Sunnah)
    70. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan Katakanlah Perkataan yang benar,
    71. niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengam puni bagimu dosa-dosamu. dan Barangsiapa mentaati Allah dan Rasul- Nya, Maka Sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.
    ( Al-Ahzab 33 : 70-71).

    Bicara masalah hukum Agama Islam,wajib mempunyai landasan ilmu,bukan taqklid atau hanya mengikuti kebiasaan yg dilakukan oleh nenek moyang kita tanpa tahu Ilmunya.
    Allah swt berfirman sbb ;
    8. dan di antara manusia ada orang-orang yang membantah tentang Allah tanpa ilmu pengetahuan, tanpa petunjuk dan tanpa kitab (wahyu) yang bercahaya[1],
    [1] Maksud yang bercahaya Ialah: yang menjelaskan antara yang hak dan yang batil.
    ( Al Hajj 22 : 8 ).

    Sebab sblmnya Allah swt telah menurunkan/mengutus beberapa Rasul dan Nabi utk menjelaskan perkara agama yg wajib utk dita`ati bagi peme luknya.
    firman-Nya;
    23. dan Demikianlah, Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang pem beri peringatanpun dalam suatu negeri, melainkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu berkata: “Sesungguhnya Kami mendapati bapak- bapak Kami menganut suatu agama dan Sesungguhnya Kami adalah pengikut jejak-jejak mereka”.
    ( Az Zukhruf 43 : 23 ).

    Allah swt telah memberi arahan, jika ada masalah,kembalilah kpd hukum Allah swt ( Al-Qur`an), bukan menurut mazhab-aliran apalagi Gus – Kiyai-Ajengan-Ustad dll
    firman-Nya sbb;
    59. Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnah nya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
    ( An Nisaa` 4 : 59 )

    kalau melihat ayat2 diatas, tentunya masalah yg selama ini terjadi diantara Umat islam, tdk perlu terjadi kalau masing2 tdk mengedepan kan hawa nafsunya ( gengsi-sok pintar dan fanatik kpd golongannya).
    Yang kita lihat selama ini, terutama pemuka2 Agama (Gus – Kiyai-Ustad dll) selalu menolak utk duduk bersama dlm dalam menyelesaikan perbedaan dlm kajian Agama Islam, belum apa2 sudah difatwakan ” INI MASALAH HILAFIAH”….kalau masalah hilafiah apa tdk ada rujukannya ?. Makin bingung umat kalau dlm tiap kesempatan da`wah-tablig-ceramah yg mengaku pemuga Agama Islam tdk sama dlm memberikan fatwa.
    Mudah2an mrk para Ulama mau duduk bersama utk membahas suatu masalah sblm disebarkan kpd Umat Islam.

  4. Ping-balik: CARA MEMAHAMI DAN MENGAMALKAN AJARAN ISLAM DENGAN BENAR | blog IX.C kelompok allah tuhanku

Tinggalkan komentar