Daily Archives: Mei 3, 2009

Syuura (Musyawarah) VS Demokrasi (2)

Perbedaan Antara Syuura dan Demokrasi

Adapun perbedaan antara syuura dengan demokrasi yang dianggap oleh para politikus sebagai aplikasi syuura dalam Islam sebagai berikut:

Pertama:

Demokrasi dibangun di atas partai-partai politik dan perpecahan. Sementara Islam datang untuk mengajak kepada persatuan dan mencela serta melarang dari perpecahan dikalangan kaum muslimin, sebab perpecahan adalah salah-satu dari karakter, watak dan warisan orang-orang jahiliyah.
Allah berfirman:  Baca lebih lanjut

Syuura (Musyawarah) VS Demokrasi (1)

Alhamdulillah segala puji hanya milik Allah Ta’ala yang telah menyempurnakan agama Islam dan telah melengkapkan nikmat-Nya atas kita semua. Shalawat beserta salam untuk nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diutus sebagai rahmat bagi alam semesta dan suri tauladan bagi kaum muslimin.

Amma ba’du:

Di tengah kedholiman yang menyelubungi manyoritas tatanan kehidupan masyarakat di seluruh belahan dunia, manusia berlomba-lomba untuk mecari suatu tatanan dan konsep hidup yang bisa mengeluarkan mereka dari kegelapan kedholiman tersebut kepada cahaya keadilan yang merupakan dambaan dan impian setiap insan yang memiliki akal sehat dan fitroh yang lurus, masing-masing mencari dan memilih sistem yang sesuai dengan ideologi yang diyakini dan komunitas yang di hadapi; ada yang memilih kudeta dan demontrasi untuk mencapai keadilan, ada yang memilih kebebasan beragama, barfikir dan berbuat demi keadilan, ada yang membentuk bermacam lembaga yang memperjuangkan hak-hak asasi manusia (!) dengan akronim (HAM) dan ada pula yang sibuk dengan mendirikan partai-partai politik untuk memperoleh jabatan dan kedudukan demi keadilan. Baca lebih lanjut

Fatwa Syaikh Abdul Malik bin Ahmad Ramadhani Tentang Pemilu

Tanya (Abdullah bin Taslim): Sehubungan dengan Pemilu untuk memilih presiden yang sebentar lagi akan diadakan di Indonesia, dimana Majelis Ulama Indonesia mewajibkan masyarakat Indonesia untuk memilih dan mengharamkan golput, bagaimana sikap kaum muslimin dalam menghadapi masalah ini? Baca lebih lanjut

Menggugat Demokrasi – Nasihat Kepada Para Penuntut Ilmu

Oleh: Asy Syaikh Abu Nashr Muhammad bin Abdillah Al Imam

Kami nasihatkan kepada para penuntut ilmu syar’i agar beristifadah (mengambil faidah) dari Al Quran dan As Sunnah dengan manhaj Salatul Ummah serta orang- orang yang mengikuti mereka. Dan juga memperbanyak bekal dengan ilmu yang bermanfaat ini. Sesungguhnya kesiapan dan kemauan (untuk mengambil ilmu dari Al Quran dan As Sunnah) dengan izin Allah akan menjadikan mereka mampu mengambil manfaat dari ilmu ini dan menyebabkan mereka termasuk sebagai orang- orang yang mengikuti Salafus Shalih dan berjalan di atas manhaj mereka dan menggapai keuntungan yang besar ini. Sedangkan di akhirat diharapkan akan dikumpulkan bersama dengan orang-orang yang telah Allah katakan :

“Dan barangsiapa yang menaati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama- sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah yaitu para Nabi, shiddiqin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang shalih. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” (QS. An Nisa’ : 69)

Saya nasihatkan mereka juga agar tidak memperbanyak debat dan berbantah- bantahan bersama orang-orang yang menyimpang karena hal itu akan mengeraskan hati, merusak tabiat dan menghilangkan kehormatan yang telah Allah tetapkan terhadap orang-orang yang beriman.

Kami nasihatkan mereka juga agar berakhlak mulia terhadap orang-orang yang menyelisihinya. Kita tidak menerima kesalahan-kesalahan mereka dari zaman dahulu sampai sekarang namun kami tetap menerapkan keadilan.
“Janganlah kebencianmu pada suatu kaum menyebabkan kalian tidak berbuat adil, berbuat adillah karena itu lebih dekat kepada takwa.”

Dan firman Allah Azza wa Jalla :
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.” (QS. An Nisa’ : 135)

Sikap yang kami terapkan kepada orang-orang yang menyimpang adalah dalam rangka menaati Allah dan tidak bermaksiat kepada-Nya. Kami terapkan hukum Allah kepadanya dan tidak melampaui batas-batas syar’i dalam menyikapi orang-orang yang menyimpang dan ahlul bid’ah. Tidak boleh bagi kaum Muslimin apalagi para ulama dan penuntut ilmunya untuk keluar dari batas-batas ini. Karena hal itu akan memadharatkan kami dan dengan demikian berarti kami bermaksiat kepada Allah dan memperturutkan orang-orang yang menyimpang tersebut dalam penyimpangannya. Karena kondisi semacam ini dapat dimanfaatkan mereka untuk menyebarkan syubhat-syubhat yang mereka miliki. Sehingga terbuanglah waktu dengan sia-sia, pikiran pun terbebani dan ibadah pun terlantar.

Bahkan siapapun yang tidak berpegang dengan aturan ini yaitu mengembalikan setiap masalah kepada ahlinya maka ia akan dikatakan menyimpang dan saya khawatir ia akan gagal.

Saya memohon kepada Allah Yang Maha Agung, Rabbnya ‘Arsy yang agung pula agar memberi manfaat kepadaku dan kepada saudara-saudaraku kaum Muslimin seluruhnya dengan nasihat ini. Allah-lah tempat memohon pertolongan.

(Dinukil dari buku: Menggugat Demokrasi dan Pemilu. Judul asli: Tanwir Azh-Zhulumat bi Kasyfi Mafasid wa Syubuhat al-Intikhabaat, Penerbit Maktabah al-Furqan, Ajman, Emirate. Sumber: http://www.assunnah.cjb.net)

Menggugat Demokrasi – Nasehat: Ambillah Ilmu Dari Ahlinya

Oleh: Asy Syaikh Abu Nashr Muhammad bin Abdillah Al Imam

Ketahuilah wahai saudaraku Muslim –semoga Allah menjagamu– sesungguhnya agamamu tidak akan lurus kecuali dengan mengambil ilmu syar’i dari ahlinya yakni ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah. Karena ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah sangat bersungguh-sungguh berpegang teguh dengan Al Quran dan As Sunnah sesuai pemahaman Salafus Shalih dalam perkara akidah, politik, manhaj, dakwah Ilallah, menyikapi musuh dari kalangan yahudi, nashara dan para cecunguk mereka. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam pernah bersabda :

“Keberkahan ada bersama para orang-orang besar kamu.” (Riwayat Ibnu Hibban, Abu Nu’aim, Hakim dan Baihaqi dari hadits Ibnu Abbas radliyallahu ‘anhu juga ada dari hadits yang semisalnya)

Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud radliyallahu ‘anhu bahwa dia pernah berkata :
“Manusia senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka mengambil (ilmu) dari orang-orang besar mereka. Bila mereka mengambil ilmu dari kroco-kroco dan orang- orang jahatnya niscaya mereka binasa.”

Banyak sekali perkataan para ulama yang menganjurkan pentingnya mengambil ilmu dari pakarnya. Imam Muslim telah menyebutkan dalam Kitab Shahih-nya dengan sanad yang shahih dari Muhammad bin Sirin bahwa dia pernah berkata :
“Sesungguhnya ilmu ini adalah agama maka lihatlah dari siapa kalian mengambil agama kalian.”

Juga diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa dia mengatakan :
“Agamamu agamamu, darahmu dan dagingmu maka ambillah dari orang-orang istiqamah dan jangan mengambil dari orang-orang yang menyimpang.”

Imam Malik rahimahullah mengatakan :
“Apakah tiap kali datang kepada kami seseorang yang lebih pandai bersilat lidah, kami tinggalkan apa yang telah kami ketahui dari Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam.”

Sebagian ulama berkata : “Sesungguhnya saya pernah mendengar suatu perkara yang cukup mendalam maka saya tidak menerimanya kecuali dengan dua saksi yang adil yakni Al Quran dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam.”

Imam Ahmad rahimahullah berkata :
“Janganlah kalian membeo kepadaku, jangan pula kepada Al Auza’i dan Ats Tsauri, ambillah (ilmu) dari sumber yang mereka mengambil darinya.”

Imam Syafi’i mengatakan :
“Kaum Muslimin telah sepakat bahwa orang yang telah mengetahui dengan jelas tentang Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam maka dia tidak boleh meninggalkannya dengan alasan mengikuti pendapat salah seorang manusia.”
Riwayat ini disebutkan oleh Ibnu Abdul Barr dalam Jami’ Bayanil Ilmi wa Fadllihi.

Ibnu Abdil Barr juga menyebutkan dalam kitab yang sama :
“Kaum Muslimin telah sepakat bahwa orang yang membeo (bertaqlid) tidak dikategorikan sebagai ulama. Sesungguhnya ilmu adalah mengetahui kebenaran dengan dalil.”

Ibnul Qayyim mengatakan :
“Dan perkara ini memang seperti yang dikatakan oleh Abu Amr rahimahullah yakni Ibnu Abdil Barr.”

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam telah diberitahu oleh Allah Azza wa Jalla tentang perselisihan-perselisihan yang terjadi di kalangan umat ini dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam memberikan arahan kepada kita bahwa solusinya adalah berpegang teguh dengan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam dan Sunnah para shahabatnya. Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda :
“Barangsiapa dari kalian yang hidup (setelah masaku) akan banyak melihat perselisihan yang banyak maka kalian wajib berpegang teguh dengan Sunnahku dan Sunnah para Khulafaur Rasyidin, gigitlah dengan kuat dan jauhilah perkara-perkara baru.” (Riwayat Abu Dawud dan lainnya dari hadits Irbadl bin Sariyah)

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam tidak pernah sama sekali mengarahkan seorang Muslim untuk masuk ke dalam partai-partai yang bid’ah. Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam hanya mengarahkan kita untuk rujuk kepada petunjuk beliau dan petunjuk para shahabatnya. Ini semua tidak mungkin kita lakukan kecuali melalui ulama-ulama yang berpegang teguh dengan petunjuk beliau dan para shahabatnya. Mereka mengetahui hal itu dengan baik dan menitinya dengan cara yang benar. Bukan hanya sekadar pengakuan belaka seperti yang terjadi pada sebagian orang yang mengaku sebagai “salafiyah modern-kontemporer”.

(Dinukil dari buku: Menggugat Demokrasi dan Pemilu. Judul asli: Tanwir Azh-Zhulumat bi Kasyfi Mafasid wa Syubuhat al-Intikhabaat, Penerbit Maktabah al-Furqan, Ajman, Emirate. Sumber: http://www.assunnah.cjb.net)