Dijawab Oleh: Muhammad Wasitho, Lc
Assalaamu’alaikum warahmatulloohi wabarakaatuh,
Barakalloohufiika. Ustadz kebetulan saya diajak oleh seseorang produsen sari kurma untuk membiayai usahanya yang sedang berkembang.
Yang saya ingin tanyakan:
1. Jual beli bahan kurma yang selama ini berlangsung pada usaha mereka adalah dia membeli kurma dari distributor kurma dengan ‘nunggak’ (pembayaran tempo) 2 minggu. Apakah ini dibenarkan oleh syari’at? Karena saya pernah membaca hadits bahwa apabila dua barang yang masuk komoditi riba dijual belikan maka harus kontan.
2. Apakah sari kurma ini sama statusnya dengan kurma itu sendiri? Ketika memang statusnya adalah sama, maka cara penjualan kepada pembeli akan sama dengan jawaban no. 1. Sementara itu selama ini cara penjualan sari kurma kebanyakan dengan tempo.
Untuk ustadz ketahui bahwa kebanyakan sari kurma yang beredar di Indonesia tidak murni sarinya kurma tetapi ada campuran zat lain yakni glukosa & fluktosa yang fungsinya sebagai pemanis sekaligus juga sebagai pengawet agar tidak mudah terjadi vermentasi. Tetapi jumlah campurannya saya tidak tahu prosentasenya.
Mohon penjelasan masalah ini. Jazaakallooh khairan katsiira.
Dari Abu ..sy.. , di Bumi Allah
Jawaban: Waalaikumsalam warahmatullah wabarakatuh.
Wabarokallahu fikum wa ahlikum wa amwalikum.
Jawaban 1: Bahwa jual beli kurma (atau makanan pokok lainnya) dengan pembayaran tempo (tidak kontan) diperbolehkan dalam syariat Islam. Karena kurma dan uang meskipun termasuk dalam komoditi riba namun jenis dan ‘illah (alasan)nya berbeda. ‘illah kurma adalah takaran dan makanan pokok. Sedangkan ‘illah uang adalah sebagai alat tukar atau barang yang sangat bernilai. Hal ini berdasarkan hadits berikut:
عَنْ عَائِشَةَ – رضى الله عنها – أَنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – اشْتَرَى طَعَامًا مِنْ يَهُودِىٍّ إِلَى أَجَلٍ ، فَرَهَنَهُ دِرْعَهُ
Diriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, “Bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pernah membeli makanan dari seorang Yahudi dengan pembayaran tempo (tidak kontan), lalu beliau menggadaikan baju besinya kepadanya.” (HR. Bukhari II/767 no.2088. Lihat Irwa’ul Ghalil karya Syaikh Al-Albani no.1393).
Imam Ash-Shan’ani berkata: “Ketahuilah bahwasanya para ulama telah sepakat akan dibolehkannya menjual-belikan antara dua barang yang termasuk dalam komoditi ribawi namun berbeda jenisnya, baik dengan pembayaran tempo maupun dengan adanya perbedaan jumlah/takaran, seperti menjual emas dengan gandum, atau perak dengan tepung gandum dan selainnya dari jenis makanan yang ditakar.” (Subulus-Salam III/38).
Dr. Abdul ‘Azhim bin Badawi Al-Khalafi berkata,”Apabila enam jenis (termasuk barang yang diqiaskan kepadanya, pent) dijual dengan barang yang berbeda jenis dan illahnya, misalnya emas dengan gandum, perak dengan garam, maka dibolehkan terjadinya selisih jumlah (tafadhul) dan dapat diakhirkan penyerahannya (nasi-ah). (Al-Wajiiz Fi Fiqhi As-Sunnah Wa Al-Kitab Al-Aziz, hal.349)
Jawaban 2: Menurut kami sari kurma tidaklah sama dengan kurma, karena dzatnya telah mengalamai proses perubahan dari bentuk aslinya, apalagi sebagian sari kurma yang beredar di pasaran sudah tercampur dengan bahan-bahan yang lain (tidak murni 100 % sarinya). Dan sekalipun kedudukannya sama dengan kurma, namun hukum menjual-belikannya dengan pembayaran tempo tetap diperbolehkan, Dan tidak termasuk dalam jual beli yang mengandung riba.
Saran kami kepada para produsen sari kurma yang mencampur sari kurmanya dengan bahan-bahan lain seperti glukosa & fluktosa atau semisalnya agar mencantumkannya secara jelas pada label / botol kemasan supaya dapat dibaca dan diketahui oleh para konsumen. Sehingga dengan demikian mereka (para produsen dan pedagang sari kurma) termasuk ke dalam golongan para pedagang yang jujur dan dapat terhindar dari perbuatan dusta, curang dan menipu konsumen yang dapat menghilangkan keberkahan rezki yang diperoleh dari bisnis tersebut. Demikian pula konsumen tidak merasa dirugikan atau terzhalimi atau termudharati oleh bahan-bahan campuran yang tidak disebutkan secara jelas itu. Hal ini sebagaimana hadits berikut:
عَنْ حَكِيمِ بْنِ حِزَامٍ – رضى الله عنه – عَنِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ « الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا – أَوْ قَالَ حَتَّى يَتَفَرَّقَا – فَإِنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا بُورِكَ لَهُمَا فِى بَيْعِهِمَا ، وَإِنْ كَتَمَا وَكَذَبَا مُحِقَتْ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا »
Dari Hakim bin Hizam radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda: “Kedua orang yang melakukan transaksi jual beli boleh memilih selama mereka belum berpisah. Jika mereka berdua jujur dan menjelaskan dengan jelas (keadaan barang dagangannya, pent), maka Allah memberkahi jual beli mereka. Dan jika mereka berdusta dan menyembunyikan sesuatu, maka Allah mencela dan tidak memberkahi jual beli mereka.” (HR. Bukhari no.1973 dan Muslim no.1532)
Demikian jawaban pertanyaan yang dapat kami sampaikan. Wallahu a’lam bish-showab.
syukron, info yg bgs
Ping-balik: Hukum Jual Beli Sari Kurma Secara Tempo dan Tidak Murni Sarinya? « Moslemsunnah.Wordpress.com